
JAKARTA - Ketersediaan air bersih di Ibu Kota Nusantara (IKN) diprediksi menjadi tantangan serius.
Penelitian terbaru menggunakan teknologi artificial neural network (ANN) menunjukkan bahwa hanya 0,5% air tersedia langsung di permukaan wilayah IKN.
Sebagian kecil air tersimpan dalam vegetasi, sekitar 20%, sedangkan 79% sisanya berupa kawasan non-air seperti lahan terbangun yang mendominasi bentang kota.
Baca JugaErick Thohir Beri Semangat Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
Peneliti Ahli Utama ORKM BRIN, Laras Tursilowati, menekankan bahwa kondisi ini harus menjadi perhatian utama bagi para pemangku kebijakan.
“Hasil ini bisa dianggap sebagai warning bagi pemangku kebijakan. Air yang benar-benar terlihat di permukaan hanya 0,5%,” ujarnya.
Angka ini jauh dari ideal untuk menopang kebutuhan kota, terutama jika IKN ingin berfungsi sebagai ibu kota politik pada 2028.
Kajian ini menjadi indikator awal bahwa diperlukan langkah konkret agar ketersediaan air di IKN dapat mencukupi kebutuhan penduduk dan aktivitas kota.
Faktor Penyebab Kelangkaan Air
Hasil kajian berbasis satelit ini memiliki akurasi hingga 97,7%, sehingga dapat dijadikan acuan awal pembangunan IKN. Laras menjelaskan, meski curah hujan di Kalimantan relatif tinggi, banyak air yang hilang karena mengalir sebagai limpasan.
Kurangnya vegetasi penyerap dan terbatasnya infrastruktur penampung membuat air hujan langsung mengalir ke sungai atau hilang sebagai banjir sesaat.
“Air permukaan memang sedikit sehingga harus ada strategi memperbanyak cadangan melalui embung atau waduk kecil,” terangnya.
Kondisi tanah, rawa, dan gambut juga memperparah risiko kelangkaan air. Air dari gambut sulit dimanfaatkan langsung tanpa melalui proses pengolahan khusus.
Dalam kunjungannya ke lokasi, Laras mencatat bahwa meski sudah dibangun beberapa danau buatan, volume airnya masih sangat kecil dan belum memadai untuk kebutuhan jangka panjang. Tanpa strategi yang tepat, potensi air hujan yang melimpah di Kalimantan akan terbuang sia-sia.
Strategi Solusi dari BRIN
Laras menekankan pentingnya penerapan konsep tata kelola kota ramah lingkungan. Salah satunya adalah pembangunan hutan kota yang dapat berfungsi sebagai penyangga ekologi sekaligus penyerap air hujan.
“Saat ini kawasan masih terasa sangat gersang dan panas,” kata Laras.
Selain hutan kota, konsep ‘sponge city’ juga relevan untuk IKN. Model ini memungkinkan kota menyerap dan menyimpan air hujan secara alami sehingga dapat digunakan kembali pada musim kemarau.
Strategi ini memastikan air hujan tidak hanya menjadi limpasan sementara, tetapi dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Pembangunan embung di beberapa titik juga menjadi solusi penting untuk menahan cadangan air. Embung tidak hanya menampung air hujan, tetapi juga menjaga pasokan saat musim kemarau tiba.
Laras juga menyoroti pentingnya digitalisasi distribusi air. Dengan sistem digital, penggunaan air dapat lebih teratur, terkontrol, dan efisien.
“Ini bukan sekadar isu teknis, tapi menyangkut biaya besar yang harus dihitung matang,” ujarnya.
Kolaborasi dan Edukasi Masyarakat
Perbaikan ketersediaan air tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Laras menekankan perlunya kolaborasi lintas disiplin, termasuk kajian hidrologi, konservasi lahan, dan pengelolaan infrastruktur air.
“Pembangunan ibu kota tidak boleh hanya fokus infrastruktur fisik, tetapi juga ekologi,” tambahnya.
Edukasi masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi keberlanjutan. Laras menyebut, “Air bisa jadi rebutan jika tidak ada pengelolaan yang bijak. Kesadaran menghemat dan tidak mencemari air harus dibangun sejak awal.”
Selain pengelolaan teknis, kesadaran sosial akan pentingnya air bersih akan menentukan keberlangsungan ketersediaan air di IKN dalam jangka panjang.
Langkah Selanjutnya
Hasil kajian BRIN ini saat ini belum sepenuhnya dikomunikasikan kepada Otorita IKN. Laras berharap media dapat menjadi saluran agar riset ini sampai ke pembuat kebijakan.
“Ini adalah data awal yang bisa digunakan untuk menyusun strategi lebih lanjut,” katanya.
Riset berbasis satelit ini akan terus dilanjutkan untuk memantau perkembangan selama 5–10 tahun ke depan. Dengan data yang akurat, pemerintah dapat merancang langkah konkret, termasuk pembangunan embung, pengembangan hutan kota, dan penerapan sistem ‘sponge city’.
Meski kondisi eksisting masih jauh dari ideal, Laras optimis bahwa ketersediaan air bersih di IKN masih dapat diperbaiki dengan strategi yang tepat.
Pertanyaannya tinggal seberapa besar biaya dan komitmen yang bersedia dikeluarkan untuk menjamin ketahanan air ibu kota baru.
“Kondisi saat ini memang kurang, tetapi masih bisa diperbaiki. Pertanyaannya tinggal bagaimana langkah konkretnya dan seberapa besar biaya yang bersedia dikeluarkan,” tegas Laras menutup pembahasan.

Sutomo
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Basuki Hadimuljono Laporkan Progres IKN Menuju Ibu Kota Politik 2028
- Sabtu, 04 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Jadwal Lengkap UFC 320: Dua Sabuk Juara Dunia Dipertaruhkan
- 04 Oktober 2025
2.
Jadwal Pertandingan Badminton BDMNTN XL Hari Ini di Stadion
- 04 Oktober 2025
3.
Arsenal Andalkan 5 Talenta Muda untuk Sukses Musim 2025 2026
- 04 Oktober 2025
4.
Savinho Teken Kontrak Baru Manchester City Hingga 2031
- 04 Oktober 2025
5.
Kembalinya LIMA Futsal 2025, Bandung Jadi Tuan Rumah
- 04 Oktober 2025