
JAKARTA - Fenomena cuaca ekstrem kembali menyita perhatian publik setelah warga Cikini, Jakarta Pusat, dikejutkan oleh hujan es yang turun pada Selasa (30 September 2025) sore. Peristiwa langka ini menjadi viral di media sosial setelah sejumlah video memperlihatkan butiran es seukuran kerikil jatuh bersama hujan deras dan angin kencang sekitar pukul 15.05 WIB.
Meskipun terlihat tak biasa, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa hujan es bukanlah fenomena mustahil di wilayah tropis seperti Indonesia.
Terlebih lagi, peristiwa semacam ini memang sering muncul saat periode peralihan musim atau pancaroba, ketika kondisi atmosfer sedang tidak stabil dan mudah memicu pembentukan awan hujan ekstrem.
Baca Juga
Peralihan Musim Jadi Faktor Pemicu
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa hujan es merupakan fenomena alam yang bisa terjadi kapan saja di wilayah tropis, asalkan kondisi atmosfer mendukung. Masa pancaroba — transisi dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya — merupakan waktu paling umum terjadinya peristiwa ini.
“Kami BMKG menjelaskan bahwa hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat masa peralihan musim (pancaroba),” ujar Guswanto dalam keterangan tertulis yang diterima
Dalam periode ini, suhu permukaan bumi yang relatif panas berpadu dengan kelembapan udara tinggi, menciptakan kondisi atmosfer yang dinamis. Ketika udara panas naik ke atmosfer atas dan bertemu dengan massa udara dingin, proses kondensasi ekstrem pun bisa memicu pembentukan awan Cumulonimbus (Cb) — jenis awan hujan yang dikenal paling tinggi, padat, dan berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem.
Awan Cumulonimbus: Pabrik Pembentuk Hujan Es
Menurut penjelasan BMKG, kunci dari terjadinya hujan es adalah terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb). Awan jenis ini bisa menjulang tinggi hingga ke lapisan tropopause dan memiliki suhu yang sangat rendah di bagian puncaknya.
“Ini bukan hujan biasa, melainkan fenomena hujan es yang bisa terjadi secara lokal dan singkat saat cuaca ekstrem,” jelas Guswanto.
Di dalam awan Cb, suhu dapat mencapai sekitar -55 derajat Celcius. Suhu yang sangat rendah ini memungkinkan terbentuknya butiran es kecil dari uap air yang membeku. Saat ukuran butiran es ini cukup berat, gravitasi akan menariknya turun ke permukaan bumi — jatuh bersamaan dengan hujan deras dan angin kencang.
Proses inilah yang terjadi di Cikini. Meski hanya berlangsung sekitar satu menit, butiran es kecil terlihat jelas oleh warga dan bahkan terdengar ketika menghantam atap rumah atau kendaraan. Fenomena ini sekaligus menegaskan bahwa meskipun Indonesia beriklim tropis, hujan es bukanlah hal yang mustahil terjadi.
Hasil Pemantauan Radar BMKG
Fenomena hujan es di Cikini juga terdeteksi oleh radar cuaca milik BMKG. Hasil pemantauan menunjukkan adanya reflektivitas tinggi di kisaran 50–55 dBZ, angka yang menandakan adanya presipitasi padat seperti es di dalam awan hujan.
“Semakin merah pantulan radar berarti suhu puncak awan sudah mencapai -55°C, dan itu sudah berupa butiran es,” ungkap Guswanto.
Citra satelit pada 30 September 2025 yang dirilis BMKG juga memperlihatkan adanya pembentukan awan Cumulonimbus besar tepat di atas kawasan Jakarta Pusat pada waktu kejadian. Puncak awan yang sangat tinggi dan padat itu menjadi petunjuk kuat mengapa hujan es bisa terbentuk dalam waktu singkat.
Hujan Es Bisa Terjadi di Mana Saja
Meski peristiwa ini mengejutkan warga, BMKG menegaskan bahwa hujan es bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan secara berlebihan. Fenomena ini biasanya bersifat lokal, berlangsung singkat, dan jarang menimbulkan dampak besar.
Secara umum, ada beberapa kondisi utama yang menyebabkan hujan es bisa terjadi:
Peralihan musim (pancaroba): Masa ini ditandai dengan perubahan pola angin dan kondisi atmosfer yang labil.
Pembentukan awan Cumulonimbus: Jenis awan yang tinggi dan padat dengan suhu sangat rendah di bagian atasnya.
Suhu puncak awan mencapai -55°C atau lebih dingin: Kondisi ini memungkinkan uap air membeku menjadi butiran es.
Presipitasi padat turun ke bumi: Ketika ukuran es terlalu berat, ia akan jatuh ke permukaan bumi bersamaan dengan hujan deras.
“Hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat masa peralihan musim atau pancaroba,” tegas BMKG dalam keterangan resminya.
Warga Diminta Tetap Waspada
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem lainnya yang dapat terjadi selama masa pancaroba, seperti hujan lebat, angin kencang, atau petir. Fenomena ini sering terjadi secara mendadak dan bersifat lokal, sehingga masyarakat diimbau untuk memperhatikan prakiraan cuaca harian dari BMKG.
Selain itu, langkah antisipasi sederhana seperti tidak berteduh di bawah pohon besar saat hujan, memeriksa kondisi atap rumah, serta mengamankan kendaraan di tempat yang terlindung juga penting dilakukan untuk menghindari risiko kerusakan akibat hujan es.
Fenomena Langka yang Perlu Dipahami
Hujan es di Cikini menjadi pengingat bahwa cuaca ekstrem dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, bahkan di negara tropis seperti Indonesia. Peristiwa ini bukan tanda anomali cuaca yang membahayakan, melainkan bagian dari dinamika atmosfer yang kompleks — terutama saat masa peralihan musim.
Dengan memahami penyebab dan proses terjadinya, masyarakat bisa lebih siap menghadapi fenomena serupa di masa mendatang. Seperti disampaikan BMKG, kesadaran akan kondisi cuaca ekstrem adalah langkah awal untuk mengurangi potensi risiko dan dampak yang ditimbulkannya.

Wildan Dwi Aldi Saputra
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Kilang Dumai Terbakar, Tim Pemadam Fokus Selamatkan Unit
- 02 Oktober 2025
3.
Kilang Dumai Kendalikan Kebakaran, Situasi Kini Aman
- 02 Oktober 2025
4.
Danantara Ajukan Patriot Bond ke OJK, Target Rp50 Triliun
- 02 Oktober 2025