JAKARTA - Dalam menghadapi dinamika ekonomi yang berubah-ubah, perusahaan penjaminan menghadapi tantangan serius yang berpotensi memengaruhi kinerja penjaminan di sektor usaha produktif.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional telah berdampak pada melemahnya sektor produksi, yang menjadi perhatian utama PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Sumatera Barat (Perseroda) atau PT Jamkrida Sumbar.
Direktur Utama PT Jamkrida Sumbar, Ibnu Fadhli, menjelaskan bahwa kondisi ini diperparah dengan pengetatan standar kredit yang diberlakukan oleh bank penyalur.
“Ditambah, adanya pengetatan standar kredit oleh bank penyalur, sehingga lebih sedikit debitur yang memenuhi syarat untuk penerimaan penyaluran kredit,” kata Ibnu.
Kondisi ini menyebabkan jumlah pelaku usaha yang bisa mendapatkan kredit produktif menjadi terbatas, sehingga menghambat laju penjaminan yang menjadi tulang punggung pembiayaan sektor usaha kecil dan menengah.
Strategi PT Jamkrida Sumbar Menghadapi Tantangan
Menghadapi hambatan tersebut, PT Jamkrida Sumbar berupaya mengoptimalkan peranannya dengan berbagai langkah strategis. Salah satunya adalah memperluas kerja sama penjaminan dengan mitra perbankan, terutama untuk produk kredit produktif yang menjadi fokus utama.
“Saat ini, Jamkrida Sumbar telah menandatangani kerja sama penjaminan dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) khusus untuk produk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit mikro mereka,” ujar Ibnu.
Selain menggandeng BSI, PT Jamkrida Sumbar juga meningkatkan produksi penjaminan melalui kemitraan dengan Bank Nagari, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan koperasi. Produk yang menjadi prioritas di antaranya Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Mikro BPR (KMB), Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM), dan Kredit Modal Kerja Kecil (KMKK).
Tidak hanya itu, Jamkrida Sumbar berencana memperluas jaringannya dengan menjalin kerja sama dengan perbankan lain, membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang menyediakan produk penjaminan berbasis syariah, serta melakukan co-guarantee atau kerja sama penjaminan bersama perusahaan penjaminan lain untuk produk suretyship.
Langkah-langkah ini diambil guna menjaga keberlanjutan layanan penjaminan, sekaligus meningkatkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha produktif di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Tantangan di Kalimantan Timur: Faktor Ekonomi Makro dan Internal Bank
Di wilayah Kalimantan Timur, PT Jamkrida Kaltim juga mengalami tantangan yang tidak jauh berbeda. Direktur Utama PT Jamkrida Kaltim, Agus Wahyudin, menyampaikan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kinerja penjaminan adalah besaran ekspansi kredit produktif dari lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank.
Menurut Agus, ekspansi kredit dipengaruhi oleh faktor makroekonomi seperti suku bunga, inflasi, dan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
“Ditambah, adanya faktor internal bank, seperti tingkat Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet, dan kebijakan manajemen risiko,” jelas Agus.
Faktor internal ini sangat penting karena bank harus menjaga kesehatan portofolio kredit agar risiko gagal bayar tetap terkendali. Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga keuangan dalam meningkatkan volume kredit produktif yang dijamin.
Langkah PT Jamkrida Kaltim dalam Mendukung Usaha Produktif
Untuk mengatasi hambatan tersebut, PT Jamkrida Kaltim berupaya mendapatkan izin untuk menjamin Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal ini menjadi salah satu strategi untuk memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Selain itu, PT Jamkrida Kaltim aktif berpartisipasi dalam program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) yang merupakan inisiatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan pemerintah kota dan kabupaten di Kalimantan Timur.
Program ini bertujuan membiayai pelaku usaha agar mereka tidak lagi tergantung pada pinjaman rentenir yang berbunga tinggi.
“Dengan demikian, pelaku usaha tidak tertarik lagi dengan rentenir,” kata Agus tegas.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat sektor usaha produktif di Kalimantan Timur, sekaligus meningkatkan kinerja penjaminan yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Tren Penjaminan Usaha Produktif: Data dan Fakta
Berdasarkan data statistik OJK, outstanding penjaminan usaha produktif per Juli 2025 tercatat sebesar Rp 290,37 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 5,76% dibandingkan dengan pencapaian pada Juli 2024 yang mencapai Rp 308,12 triliun.
Penurunan ini menunjukkan adanya perlambatan dalam penjaminan usaha produktif yang terjadi di tengah tantangan ekonomi dan kebijakan perbankan saat ini.
Meskipun demikian, perusahaan penjaminan tetap optimistis bahwa dengan strategi dan langkah yang tepat, sektor penjaminan akan mampu bangkit dan kembali mendukung pembiayaan usaha produktif secara optimal.
Meskipun tantangan yang dihadapi oleh perusahaan penjaminan cukup besar, khususnya akibat perlambatan ekonomi nasional dan kebijakan perbankan yang ketat, berbagai upaya strategis terus dilakukan untuk memperkuat kinerja penjaminan.
Dengan memperluas kemitraan, mengembangkan produk penjaminan baru, serta mendukung program-program inklusi keuangan, perusahaan penjaminan berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan usaha produktif di Indonesia.
Ke depan, sinergi antara perusahaan penjaminan, lembaga keuangan, dan pemerintah menjadi kunci penting untuk menghadapi tantangan dan membuka peluang pembiayaan yang lebih luas bagi pelaku usaha di seluruh tanah air.